meta keyword --->

Sunday, 18 April 2021

KEMANA ARAH BELAJAR SMK BROADCAST DAN SMK FILM (RUMPUN SENI AUDIO VISUAL)

 



Berangkat dari kegelisahan saat itu di akhir tahun 2004, yakni banyaknya informasi yang hadir secepat waktu yang berjalan. Di tambah industri penyiaran televisi dan juga industri film tumbuh pesat hingga detik ini. Beberapa SMK Broadcast pun bertumbuhan di setiap provinsi, walaupun pertumbuhannya kalah jauh dengan SMK Multimedia namun keberadaan SMK Broadcast tetap masih sangat diperhitungkan. Menyusul kemudian SMK Film pun diperhitungkan kehadirannya.

 

Masalah demi masalah muncul dari mulai awal berdiri hingga sekarang. Awal-awal SMK Broadcast berdiri, masalah berkutat pada kurikulum dan menjalar ke tenaga pendidik pun hingga kini belum tertangani dengan tuntas. Berganti menteri berganti pula kebijakan, namun dalam hemat saya yang luput dari perbaikan adalah kurikulum. Yang seharusnya secara simultan tahun demi tahun harus berubah, sebab industrinya juga telah mengalami perubahan sangat jauh.

 

Jika dalam kurun waktu 2013 hingga 2017 industri penyiaran tv dan industri film masih menggantungkan penayangannya pada kanal terestrial dan biskop. Maka hari ini sejak tahun 2019 mengalami perubahan total, walau sebenarnya terlambat untuk di Indonesia.

 

Dalam beberapa bahasan di buku yang saya tulis saya bahkan telah memasukkan perkembangan sejarah pertelevisian terkini, yakni televisi digital dan atau televisi internet. Maka dalam perkembangannya ini telah benar-benar menjelma secara nyata, di mana televisi tidak lagi menjadi barang mewah namun telah menjelma menjadi barang pribadi. Televisi tidak lagi berada di ruang tamu, ruang keluarga, ruang kamar, ruang lobby, dan pos kamling. Tetapi televisi dan film telah berada dalam genggaman tangan dan saku baju/celana kita.

 

Perubahan Arah Industri TV dan Film

Televisi digital yang berbasis jaringan internet (IoT - Internet of Thing) kini lebih banyak mengisi ruang-ruang pribadi. Setiap orang tidak lagi diatur oleh kekuasaan stasiun televisi besar, tetapi kita bisa dengan sesuka hati menonton program/konten yang kita sukai. Pemegang kendali kini berada pada penonton bukan lagi pada pemilik stasiun televisi.

 

Saya juga pernah membahas dalam buku saya, sistem penyiaran televisi terbagi menjadi dua yakni :

1) FTA (Free To Air)

2) OTT (Over The Top)


Penyiaran dengan basis Free To Air adalah televisi yang pemancarluasannya menggunakan jaringan terestrial, atau yang kita kenal dengan istilah channel UHF atau VHF. Mendirikan stasiun televisi berbasis FTA itu memerlukan biaya yang sangat mahal sebab di sana kita wajib menyiapkan antara lain : pemancar tv, studio tv, perangkat produksi, dan gedung sebagai pusat penyiaran.

 

Dalam pendirian stasiun televisi FTA juga memerlukan perijinan khusus dari KPI dan Kominfo yang tidak mudah, sebab biasanya jatah terestrial yang tersedia telah diatur oleh badan tersebut. Juga dalam kegiatan produksi program tv pun biayanya sangat tinggi apalagi bila program tv tersebut bersifat live yang menggunakan satelit untuk memancarluaskan siarannya. Serta melibatkan banyak SDM (crew tv dan film) saat penggarapan programnya.

 

Maka tak mengherankan jika anak-anak muda di era tahun 2013 – 2017 masih bercita-cita ingin bekerja di stasiun tv, padahal hari ini semua mendadak meninggalkan cita-cita tersebut lalu kemudian menjadi pembuat konten kreatif.

 

Sistem stasiun tv FTA hari ini runtuh oleh hadirnya televisi OTT (Over The Top). Industrinya tumbuh pesat sebab semua berbasis jaringan internet (IoT) memudahkan dalam memancarluaskan dan tidak perlu perijinan khusus dari KPI dan Kominfo. Basis industrinya tidak lagi harus mendirikan gedung besar dan juga pemancar stasiun tv yang menjulang tinggi, kita hanya mengandalkan jaringan internet. Yang wajib ada ialah studio dan perngkat produksi, bagaimanapun proses produksi tetap menggunakan SOP standar stasiun tv dan film.

 

Keruntuhan FTA itu bahkan tak tanggung-tanggung, malahan hari ini mengubah mindset semua penduduk bumi.  Selain mengubah mindset juga mengubah beberapa istilah pertelevisian. Misalnya produksi program tv berubah menjadi produksi konten kreatif, yang tentu isi dan tujuannya masih tetap sama. Namun mengalami tranformasi ruang dimensi penayangan, mengapa? OTT tidak lagi mengandalkan terestrial tetapi mengandalkan jaringan internet yang di dalamnya kita bisa memanfaatkan media sosial sebagai basis pemancarluasan siaran/konten.

 

Youtube adalah salah satu basis penayangan industri tv OTT yang cukup bisa diandalkan untuk saat ini, meskipun media sosial lainnya juga telah mengarah ke sana. Sementara basis penayangan hasil industri film juga mengandalkan OTT berupa platform misalnya Netflix, Disney Host Star, Viu dan lain-lain.


Kesemuanya bisa kita tonton kapan saja dan suka-suka kita. Stasiun tv tak lagi mengatur-atur kita untuk mengikuti tayangan mereka.

 

Mendirikan Stasiun Televisi Sendiri

Akhirnya masa depan SMK Broadcast dan SMK Film benar-benar mandiri secara industri dan tidak lagi mengandalkan keberadaan stasiun televisi besar yang selama ini kita idam-idamkan. SMK Brodcast dan SMK Film dapat menciptakan basis industrinya sendiri mulai dari membangun studio mini, melengkapi peralatan produksi, dan membuat basis penonton yang jelas. Sebab dengan basis penonton yang jelas dapat menyumbangkan pundi-pundi keuntungan yang tidak sedikit, bahkan jika dimanfaatkan secara maksimal mampu membiayai produksi konten yang digarap.


SMK Brodcast dan SMK Film harus mampu menciptkan SDM-SDM unggul dari daerah masing-masing. 
 

Aspek atau flow  lain yang tak kalah pentingnya adalah manajemen siaran konten, di mana harus mulai dijadwalkan dengan simultan mulai dari unggah harian, mingguan, dan bulanan dengan konten (VOD – Video On Demand), siaran langsung (life casting) dan produksi news features (Vlog). Selain menerapkan standar industri profesional, mengatur/memanjemen konten juga menjadi kunci untuk mendapatkan penghasilan (monetesasi) secara maksimal dari kanal Youtube, FB dan Tiktok yang kita buat.

 

Makin Loka Makin Mengglobal

SMK Brodcast dan SMK Film harus mampu menciptkan SDM-SDM unggul dari daerah masing-masing. Tidak perlu terpaku pada popularitas artis ibu kota, sebab pada kenyataannya dengan memproduksi konten yang unggul dan menarik serta berkarakter lokal akan menciptakan artis-artis lokal yang mengglobal.

 

Selain memunculkan bibit-bibit muda berbakat juga memberi penguatan pada influencer-influencer lokal yang mengglobal. Dengan kata lain hari ini untuk ngetop tidak harus menjadi artis papan atas, cukup buatlah konten unik yang memviral maka disanalah peluang besar menumbuhkan industrinya.


Singkatnya mulai dari crew sampai pemain/talent, SMK Broadcast dan SMK Film tidak perlu mengandalkan ketenaran pemain/talent/tokoh/artis, justru SMK-lah yang menciptakan selebritis-selebritis baru dalam dunia industri pertelevisian global.

 

Akhirnya arah perubahan arah SMK Broadcast dan SMK Film harus terjadi, tak perlu lagi mengandalkan industri-industri tv dan film besar. Namun industri-industri itulah SMK yang menciptakan. Katakan kepada para peminat SMK Broadcast dan SMK Film, “Mau jadi Youtubers? SMK Braoadcast-lah jawabannya” atau “Mau jadi Konten Kreator? SMK Film-lah jawabannya”. Buatlah daya tarik anak-anak Gen Z untuk masuk SMK Broadcast dan SMK Film dengan penyesuaian-penyesuaian yang kekinian tentunya.

 

Salam Broadcast TV & Film

 

 

Ketum Agbi

Anton Mabruri KN


No comments:
Write komentar

Kamu tertarik dengan dunia BROADCAST TV, FILMMAKING, CONTENT CREATORS, MULTIMEDIA, dari kami?
Klik Subscribe untuk update !